Equityworld Futures | Harga Emas Sudah Kemahalan, Mau Dibawa Kemana Lagi?
Equityworld Futures | Harga Emas Sudah Kemahalan, Mau Dibawa Kemana Lagi?
Equityworld Futures | Harga emas global hingga saat ini masih membentuk tren bullish meski sentimen pasar global cenderung membaik karena adanya prospek pemangkasan suku bunga.
Pada Rabu (17/7/2024) sekitar pukul 17:00 WIB, harga emas kembali menguat 0,22% ke US$ 2.473,95 per troy ons. Sementara pada perdagangan Selasa kemarin, harga emas global ditutup melonjak 1,92% di posisi US$ 2.468,57. Dalam sebulan terakhir, harga emas global terpantau sudah terbang 6,69%.
Penguatan emas pada perdagangan kemarin hingga sore hari ini pun membuat komoditas yang juga menjadi aset safe haven tersebut kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masanya.
“Emas melonjak ke level tertinggi baru sepanjang masa meskipun data penjualan ritel inti lebih kuat dari perkiraan, didorong oleh Powell yang mengindikasikan kemarin bahwa The Fed semakin yakin bahwa inflasi kembali menuju targetnya,” kata Tai Wong, dari New York pedagang logam independen berbasis.
Meski masih membentuk tren bullish dan tentunya terus mencetak rekor tertingginya, tetapi ada yang mengatakan bahwa kenaikan harga emas sudah terbilang sangat kencang.
Sebanyak 26% responden pada Survei Manajer Dana terbaru Bank of America (BoA) mengatakan emas telah mengalami apresiasi yang berlebihan, menjadikan logam kuning sebagai komoditas yang paling dinilai terlalu tinggi sejak Agustus 2020.
Survei bulanan yang diterbitkan pada Selasa kemarin dilakukan setelah komoditas tersebut mencatat serangkaian rekor tertinggi, melonjak di atas US$ 2.400 pada pekan lalu.
Bahkan, para analis memperkirakan dampaknya akan lebih besar lagi, dengan perkiraan kenaikan berkisar antara 25% hingga 50% selama beberapa tahun ke depan.
Meski sentimen pasar cenderung membaik, terutama dari Amerika Serikat (AS), tetapi ketidakpastian konflik di Timur Tengah masih menjadi penopang emas hingga kini, sehingga ketika ketegangan di Timur Tengah tidak kunjung mereda, maka investor akan cenderung terus memburu emas, karena emas sendiri masuk ke dalam aset safe haven.
Apalagi, indikator resesi yang berpotensi masih mengancam di beberapa negara akibat dampak dari era suku bunga tinggi, juga mendorong emas untuk menguat lebih lanjut.
Namun situasinya berbeda jika dilihat dari sudut pandang dari para fund manager, dengan 78% responden melihat resesi global tidak mungkin terjadi dalam 12 bulan ke depan, yang merupakan resesi terbesar sejak Februari 2022.
Faktanya, investor menjadi optimis terhadap prospek makro global untuk pertama kalinya sejak Desember 2021, dan seruan mengenai hasil “tidak ada pendaratan” telah melonjak menjadi 38%, sementara perkiraan hard landing telah memudar menjadi 7%.
Dan meskipun Wall Street telah menyesuaikan diri dengan kemungkinan kenaikan suku bunga AS yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, hanya 8% dari responden yang disurvei memperkirakan skenario tanpa pemotongan suku bunga. Sebaliknya, mayoritas memperkirakan setidaknya dua pemotongan pada tahun 2024.
Namun, risiko meningkat seiring dengan optimisme yang luar biasa, karena tingkat uang tunai telah turun menjadi 4,2% di antara mereka yang disurvei. BoA menganggap harga di bawah 4% sebagai sinyal jual untuk ekuitas.
“Sentimen bullish tidak berada pada level ‘tutup mata dan jual’ (yaitu uang tunai <4%) namun aset berisiko secara taktis jauh lebih rentan terhadap berita buruk dibandingkan kabar baik,” kata survei tersebut.
No Comments